Ketentuan Perppu Ciptaker yang Ditentang Buruh
SOBATINDONEWS.COM – Kelompok buruh menentang sejumlah aturan yang ada di Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker). Sebab, ketentuan tersebut dinilai sama dengan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Ciptaker yang merugikan buruh.
Kelompok buruh menentang sejumlah aturan yang ada di Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker).
Kelompok buruh menentang sejumlah aturan yang ada di Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker).
Penolakan disampaikan Presiden Partai Buruh Said Aqil. Menurut dia, tidak ada perubahan atau perbaikan ketentuan yang merugikan buruh di UU Ciptaker.
Ketentuan yang dimaksud, yaitu terkait upah. Ada beberapa ketentuan yang ditolak buruh terkait upah, yakni skema penetapan upah minimun di Perppu yang tetap menggunakan indeks tertentu, formula kenaikan upah, dan peniadaan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK).
“UMSK dihilangkan di Perppu, kami juga tolak, UMSK harus tetap ada,” kata Presiden Partai Buruh Said Iqbal saat dikutip dari akun YouTube Bicaralah Buruh, Minggu, 1 Januari 2023.
Buruh menolak ketentuan outsourching di Perppu Ciptaker. Pasalnya, semua pekerjaan bisa menerapkan outsourching.
“Kami minta kembali ke UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yaitu lima jenis pekerjaan saja yang boleh outsourching,” sebut dia.
Selanjutnya, buruh meminta ketentuan pesangon dikembalikan ke UU Ketenagakerjaan. Buruh juga meminta harus ada pembatasan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).
“Kami minta ada periode (PKWT), periode dari waktu kontrak sesuai dengan UU Nomor 13 Tahun 2003,” sebut dia.
Buruh juga ingin ketentuan pemutusan hubungan kerja (PHK) di Perppu Ciptaker diubah. Mereka mengiginkan PHK harus izin atau pemberitahuan
“Bukan sewaktu waktu main pecat-pecat aja,” uajr dia.
Ketentuan lain yang tidak ada perubahan antara Perppu dengan UU Ciptaker, yaitu sanksi pidana. Mereka ingin ketentuan sanksi pidana dikembalikan ke UU Ketenagakerjaan.
Ketentuan lain yang diminta untuk dikembalikan ke UU Ketenagakerjaan, yaitu pengaturan waktu kerja dan cuti. Sebab, aturan cuti panjang di UU maupun Perppu Ciptaker hilang.
“Kami tolak, kami tetap menginginkan ada istirahat panjang, begitu juga pengaturan cuti harus kembali kepada UU Nomor 13 Tahun 2003,” ujar dia.
Ikuti akun tiktok kami agar tidak ketinggalan informasi terbaru tentang dunia www.tiktok.com/sobatindonews/