KLHK Catat 1.051 Konflik Lahan Selama 2015-2022
SOBATINDONEWS.COM, NASIONAL – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengungkapkan 1.051 kasus konflik lahan (tenurial) terjadi sepanjang tahun 2015 sampai 2022 dan baru 31 persen yang berhasil ditangani.
“Pengaduan konflik tenurial selama 2015-2022 ada 1.051 kasus. Kasus yang selesai ditangani 324 kasus,” kata Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) KLHK Bambang Supriyanto dalam pemaparan secara daring, Selasa (3/1/2023).
Meski ratusan konflik lahan belum terselesaikan, Bambang mengklaim KLHK selalu melampaui target. Pada 2021, KLHK menargetkan 20 kasus terselesaikan. Realisasinya, 87 kasus selesai.
“Capaiannya 87 kasus atau 435 persen dari target,” ujarnya.
Pada 2022, KLHK meningkatkan target penyelesaian kasus konflik lahan menjadi 30 kasus. Realisasinya, 95 kasus dapat diselesaikan.
Sebelumnya, Menteri LHK Siti Nurbaya mengeluarkan surat keputusan (SK) Nomor 287 tentang penetapan 1.103.941 ha Hutan Produksi dan Hutan Lindung di Pulau Jawa menjadi Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK).
Dengan keluarnya SK itu, area kelola Perum Perhutani tersisa 1,3 juta hektare, dari sebelumnya 2,4 juta hektare. Sementara hutan seluas 1,1 juta hektare akan digunakan KLHK untuk sejumlah kepentingan. Beberapa di antaranya adalah untuk perhutanan sosial, rehabilitasi hutan, dan penataan hutan untuk mengatasi konflik tenurial.
Kebijakan ini sempat menuai kritik. Salah satunya dari Forum Penyelamat Hutan Jawa. Mereka takut pengambilalihan kelola hutan ini malah membuka ruang untuk pengerusakan hutan. Mereka khawatir kelola hutan diberikan kepada pihak yang tidak tepat.
Selain itu, konflik lahan di sejumlah daerah justru disebut mulai bermunculan setelah KLHK mengambil alih kelola hutan seluas 1,1 juta hektare hutan di Jawa dari Perum Perhutani.
Kasus di Blora, misalnya, sudah banyak pihak yang mematok dan mengklaim tanah mengatasnamakan SK tersebut. Hal itu diungkapkan oleh Kepala Bidang Fisik dan Prasarana Bappeda Blora Puji Ariyanto.
“Di lapangan ini sudah ada kegiatan oknum yang mulai membuat batasan batasan atau penyerobotan kawasan hutan untuk diakui menjadi lahan lahan milik oknum tersebut,” kata Puji secara daring, Juni 2022.
(cnnindonesia.com)