Makna Siwaratri Bagi Umat Hindu Beserta Renungan Siwaratri

Hari Raya Siwaratri merupakan hari raya yang dianut oleh agama Hindu, dimana hari raya Siwaratri ini jatuh setiap setahun sekali berdasarkan kalender Isaka yaitu pada Purwaning Tilem atau Panglong ping 14 sasih Kepitu (bulan ke tujuh) sebelum bulan mati (tilem), dalam kalender Masehi setiap bulan Januari. Siwaratri memang memiliki makna khusus bagi umat Hindu, karena pada saat tersebutlah Hyang Siwa beryoga, sehingga menjadi hari baik bagi umat untuk melakukan brata semadi, dimana hari tersebut jatuh pada hari ini Jumat (20/1).

Pasti kalian bertanya apakah itu hari raya Siwaratri? Lalu apa makna perayaan Siwaratri tersebut bagi umat Hindu? Tenang disini saya akan bahas dan kupas secara singkat dan jelas tentang Siwaratri beserta renungan untuk Hari Raya Siwaratri.

Umat Hindu Sedang Melakukan Sembahyang Siwaratri Bersama

Siwaratri terdiri dari 2 kata, yaitu Siwa dan Ratri. Siwa berasal dari bahasa   Sansekerta   yang   mempunyai   pengertian   baik   hati,  suka   memaafkan,   memberi harapan   dan membahagiakan. Sedangkan Ratri adalah malam yang dapat diartikan juga sebagai kegelapan. Jadi Siwaratri dapat diartikan sebagai malam pralina atau pelebur kegelapan dalam diri dan hati untuk menuju jalan yang lebih terang.

Jadi, makna sesungguhnya dari hari raya Siwaratri tersebut adalah malam perenungan suci, malam dimana manusia bisa mengevaluasi dan instropeksi diri atas perbuatan atau dosa-dosa selama ini, sehingga pada malam itu manusia bisa memohon kepada Sang Hyang Siwa yang juga sedang melakukan payogan agar diberikan tuntunan sehingga bisa keluar dari perbuatan dosa tersebut. Pada saat malam itulah umat manusia melakukan pendekatan spiritual kepada Siwa untuk menyatukan atman dengan paramatman.

Biasanya umat Hindu akan melakukan kegiatan Jagra (berjaga tidak tidur) sambal melakukan meditasi dan menyebut nama suci Shiva dengan menggunakan genitri, lalu juga sambil melakukan kegiatan puasa agar dapat terjaga kesucian tubuh dari makanan serta dapat menjaga hawa nafsu. Tetapi puasa ini tidak diwajibkan hanya bagi orang yang mampu dan meyakini betul ajaran kesiwaan.

Ilustrasi Foto Dewa Shiva

Disini akan saya berikan sedikit renungan suci tentang Siwaratri agar pemirsa dapat lebih memahami dan memaknai betul Siwaratri:

Mahapuja Shiva Ratri, yang dikenal sebagai hari yang paling gelap, demikian juga gelapnya pengaruh Jaman Kaliyuga saat ini. Ketika manusia terlena, tidak sadar (acettana) akan tujuan hidup, pribadi, berbangsa dan bernegara, maka kegelapan alam dan kegelapan jaman pasti menggulungnya. Tetapi dibalik kegelapan itu pasti ada seberkah cahaya yang tersembunyi, yang barangkali disembunyikan atas hukum Sang Waktu. Kita ambil cerita dari Si Lubdaka dari kisah tersebut Si Lubdaka harus membebaskan rasa takutnya terhadap tujuan hidup jasmaninya, bertanggung jawab secara material, dan spiritual menuju penyerahan diri melalui puja Bhakti yang tulus kepada Dewa Shiva. Untuk mengatasi rasa takut terhadap serang harimau yang sedang kelaparan, Dia melakukan puja melalui taburan daun bilva kepada Simbol Suci Dewa Shiva yaitu: Lingga Yoni.

Membebaskan rasa takut untuk perjuangan kebajikan demi “kedamaian negeri tercinta” inilah tugas utama umat manusia hingga bisa mencapai gelar “kesatriya jnana” artinya perjuangan suci meningkatkan martabat untuk diri sendiri dan bervibrasi suci untuk umat manusia dan bangsanya sendiri. Kesadaran seperti inilah mesti dimaknai bukan hanya saja cerdas secara teks-teks logis, tetapi los kesadaran hidup bersama di bumi. Terjebak gelimang material seperti arus yang melanda dunia saat ini hingga pergulatan materi dengan berbagai bungkusannya “dibenarkan” hingga terjadi saling sodok, saling tindih, saling sikut yang amat mengacaukan. Menyadari dan mengatasi perangkap inilah perjuangan suci “penyadaran”. Ketika sudah demikian maka esensi puja bhakti, mencapai kebenaran yang mensejahterakan dan membahagiakan.

Malam Shiva adalah anugrah pengetahuan dan energi suci yang mencerahkan, untuk mengedukasi manusia agar sadar tujuan hidupnya (cettana). Kesadaran akan memperoleh ruang gerak ekspresi yang utama adalah puja. Puja dengan ketentuan sadhanya adalah jawaban penghubung, menghubungkan antara atman dan Brahman (atman-Brahman-Aekhyam) bagaikan mencolokkan colokan kabel listrik dengan sumber energinya hingga saat itu pula lampu menyala. Menyalanya lampu akibat terjadi hubungan, hingga terang benerang. Ketika jiwa sudah terang benerang, maka penghalang tujuan dapat dikenali lalu berjuang mengatasi itulah swadharma yang sesungguhnya. Hanya dengan perjuangan “anugrah” akan mengalir, takdir manusiapun berubah. Malam puja Shiva atau Shiva Ratri adalah pertarungan antara keyakinan dan tantangan mengatasi rasa takut hingga tercapai penyerahan diri sepenuhnya.

Keyakinan, keberanian menyertai perjuangan membebaskan rasa takut. Rasa takut adalah kegelapan yang menutupi tujuan dan itulah harus diperjuang dengan swadharma, bersikap kesatria bhakti (kesatria dharma) agar memperoleh pengampunan dosa. Jadi pengampunan dosa adalah perjuangan dengan tuntunan dharma, dan kualitasnya adalah tahapan-tahapan pembebasan. Saat-saat pembebasan seperti hanya terjadi dan dirasakan kebahagiaannya, saat swadharma dilaksanakan. Ketika sudah demikian Puja Maha Shiva Ratri adalah rasa syukur yang benar-benar membahagiakan.

Mungkin segitu saja untuk renungan hari ini semoga dapat menjadi renungan serta dapat mengimplementasikan secara benar terhadap lingkungan sekitar.

Leave comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *.