Pemprov Bali Menaikkan Harga Elpiji 3kg Lagi, Masyarakat Bali Protes!

SOBATINDONEWS,Bali- Pemerintah Provinsi Bali mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Bali No 63 Tahun 2022 terkait Perubahan Ketiga Atas Peraturan Gubernur No 48 Tahun 2014 tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) Liquefied Petroleum Gas (LPG) tabung 3 kilogam. Adapun inti isi dari Pergub tersebut adalah penyesuaian harga gas untuk tabung 3 kg.


Sri, ibu rumah tangga yang tinggal di Kota Denpasar mengeluhkan terkait kenaikan harga gas elpiji 3 kg yang kini rata-rata di pengecer mulai dijual dengan harga Rp 20 ribu setelah harga di pangkalan naik menjadi Rp18 ribu. “Ya kalau dulu sebelum naik memang belinya harganya Rp18 ribu. Sekarang naik Rp2 ribu. Yo wis lah (Ya sudahlah) nggak apa-apa. Saya juga beberapa kali pernah beli gas harganya Rp 20 ribu,” tambahnya.


Serupa dengan Sri, Maria yang juga seorang ibu rumah tangga yang juga memiliki usaha kuliner camilan yang tentunya membutuhkan gas untuk memasak, juga mengeluhkan hal yang sama. Maria mengatakan, jika kenaikan ini terus terjadi maka juga akan mempengaruhi usaha kulinernya. “Seminggu yang lalu itu beli gas 3 kilogram masih Rp 18 ribu harganya. Tadi beli sudah Rp 20 ribu. Kalau harga kebutuhan naik terus, ya kita yang jualan ini juga bingung mau gimana,” ucap Maria.


Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan ESDM Provinsi Bali, Gus Setiawan mengatakan, dalam Pergub Bali sebelumnya pada 2014, HET gas elpiji 3 kg Rp 14.500. Kemudian dilakukan penyesuaian harga pada 2022.
“Kenapa begitu? Karena di harga pasar itu walaupun HET Rp 14.500 ternyata di harga pasar mulai dari Rp18 ribu hingga Rp20 ribu.” “Kondisi riilnya. Lalu Hiswana Migas bersurat ke Gubernur kemudian kita bahas bulan November tahun lalu untuk mengkaji atau me-review dengan kebutuhan atau kondisi saat ini tentang kenaikan harga BBM, dan sebagainya,” jelasnya, Senin (16/1).


Dia mengatakan, Hiswana Migas (Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi) mengajukan untuk dilakukan penyesuaian harga pada tabung gas elpiji 3 kg. Tentunya ada margin-margin yang meningkat di tingkat agen dan pangkalan. Dari sisi pemerintah mencoba mencari jalan tengah agar tidak memberatkan masyarakat atau konsumen. Selain itu karena sudah ada harga pasar antara Rp18 ribu hingga Rp20 ribu, sehingga Pemprov Bali memberikan opsi dengan permintaan dan usulan dari Hiswana Migas bahwa ada penyesuaian untuk agen dan pangkalan, tetapi tidak boleh lebih dari Rp18 ribu karena harga terendah di pasar Rp 18 ribu sampai di pangkalan.


“Syarat lainnya adalah Hiswana Migas melalui agen dan pangkalannya wajib menyediakan pangkalan yang bisa terakses oleh masyarakat luas di 9 kabupaten/kota. Masyarakat kalau langsung beli di pangkalan tidak susah dekat dengan masyarakat dan harganya Rp 18 ribu. Karena legal standing dari Pertamina, SPBE, kemudian ke agen sampai dengan ke pangkalan,” imbuhnya.

Hanya saja untuk saat ini dinamika di lapangan ke pengecer dan di pengecer pasti ada bias atau ada margin baru karena namanya saja pedagang. Pemerintah hanya men-tracing di mana ada dua HET itu adalah HET di pangkalan, dan sampai dengan di pangkalan adalah kewenangan pemerintah. Kemudian harga Rp 18 ribu adalah kondisi riil selama ini. “Sehingga tidak ada yang namanya kenaikan syarat-syarat tambahan lainnya adalah pangkalan ini harus tersedia karena ini janjinya Hiswana Migas untuk menyediakan pangkalan di setiap kabupaten atau kota agar terakses oleh masyarakat,” ujarnya.


Namun pihaknya belum melakukan sosialisasi, namun pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kepala Biro Perekonomian dan dengan Hiswana Migas akan melakukan sosialisasi sekaligus melakukan pengecekan apa betul janji-janji Hiswana Migas sudah menyediakan gas elpiji sesuai dengan kuota-kuotanya. Sementara dari sirkulasi pemerintah memang tidak bisa masuk ke ranah pengecer. Karena yang diatur pemerintah adalah pangkalan. Sedangkan di pengecer sendiri juga sifatnya dinamis tergantung dari jarak ke pangkalan kemudian ada perhitungan-perhitungan lainnya. Justru, kata Setiawan, pihaknya akan mengimbau masyarakat itu untuk membelinya di pangkalan dan pangkalan harus tersedia sesuai dengan janji Hiswana Migas dalam artian akses harus diberikan seluas-luasnya akses energi untuk masyarakat.


“Ternyata informasi yang saya dapat, tapi saya masih verifikasi, untuk jumlah pangkalan tersedia cukup hampir di setiap desa ada. Tapi saya harus pastikan lagi apa betul.” “Kalau tidak, kan Hiswana Migas sudah berjanji untuk di setiap desa tersedia minimal satu pangkalan tergantung dari luas jangkauan. Selain itu kuotanya juga harusnya terpenuhi karena apa, nanti pangkalan ada elpiji nggak ada. Itu yang perlu kita pastikan,” sebutnya.


Dia pun mengatakan, pangkalan elpiji biasanya memiliki tanda anggota Hiswana Migas dan biasannya sudah ada pelanggannya. Termasuk SPBU juga merupakan bagian dari pangkalan juga. Jadi masyarakat bisa membeli gas elpiji ke SPBU terdekat atau ke pangkalan. “Nah ini tugas pemerintah untuk mensosialisasikan jumlah pangkalan dan kerjasama dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa agar bisa memberikan informasi. Hanya saja kembali lagi terserah pada masyarakat kalau lebih dekat dengan pengecer, ini pasti akan ada margin. Kalau di pangkalan dipastikan sesuai dengan HET,” katanya. 

Leave comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *.